Mendadak ke Monas

Aku sama sekali tak merencanakan perjalanan ini. Awalnya kami hanya akan berlebaran di kota Jakarta. Sudah lama sekali kami tak berkunjung ke ibukota negara dan bersilaturahmi dengan sanak saudara disana. Sehari sebelum lebaran Idul Fitri tahun 2013 lalu kami pun mendarat di Soekarno Hatta international airport.

Tiket murah memang butuh perjuangan ekstra, seperti yang harus kami lakukan pagi itu. Setelah menyelesaikan sahur terakhir kami segera meluncur ke Bandara Juanda, Surabaya. Hari masih pagi saat pesawat yang membawa kami dari Surabaya mendarat dengan mulus di landasan. Hari masih pagi dan kaki mulai gatal ingin menjelajahi ibukota. Nadia menolak mentah-mentah ajakan kami jalan-jalan pagi itu karena sudah tak sabar bertemu ssepupu-sepupunya. Ya sudah ..anggap saja kami berdua sedang berbulan madu singkat di Jakarta.

Kami memutuskan pergi ke Monas. Selain karena transportasinya mudah, terakhir kali aku mengunjungi Monas adalah saat SMP. Waktunya me refresh ingatan tentang monument kebanggaan Indonesia ini. Setelah membeli tiket bus Darmri jurusan stasiun Gambir, kami pun bersiap memulai petualangan baru hari itu.

Jalanan ibukota cukup sepi pagi itu, mungkin karena sebagian warganya sudah mulai mudik. Menurutku moment terbaik mengunjungi Jakarta adalah saat lebaran karena hampir tak ada kemacetan. Kami pun turun di depan stasiun Gambir dan segera melangkah menuju Monas. Ternyata lumayan jauh juga jarak antara pintu masuk dengan bangunan utama padahal hari itu begitu panas dan kami sedang puasa, fyuuhh. πŸ™

Setelah mengambil beberapa foto Monas dari luar kami pun melangkah masuk menyusuri jalan yang berada di bawah tanah menuju pintu masuk Monas. Kejutan sekali setibanya di loket antrian panjang telah menanti. Rupanya tak hanya kami yang penasaran dengan Monas pagi itu dan hampir semua pengunjungnya adalah pendatang dari luar Jakarta. Aku menangkap pembicaraan beberapa orang dengan logat Jawa Timur yang kental. Ahh … tak di Surabaya tak di Jakarta ..lagi-lagi logat medhok Jawa Timuran yang kutemui hehehe.

DSC_0062
Kami pun melangkah menuju Museum yang terletak di bagian bawah Monas.Museum ini berada pada kedalaman 3 meter di bawah permukaan tanah dan dilapisi marmer pada semua bagiannya. Museum ini menampilkan sejarah perjuangan Bangsa Indonesia. Luas dari museum ini adalah 80×80 m. Museum ini memiliki 51 koleksi diorama yang bercerita mengenai sejarah bangsa Indonesia sejak zaman pra sejarah hingga masa Orde Baru. Asyik juga kembali mengingat sejarah Indonesia meskipun dalam waktu yang singkat.

inside the museum
inside the museum
monas
sumber gambar disini

Puas mengelilingi Museum kami rehat sejenak sambil meluruskan kaki dan terpaksa membiarkan kerongkongan tetap kering. Rupanya jalan-jalan saat sedang puasa memang bukan pilihan yang menyenangkan. πŸ™Β  But the show must go on. Kami sudah terlanjur berada disini dan tentu saja harus menyelesaikan misi menjelajahi Monas. πŸ˜‰

Penjelajahan berlanjut menuju Ruang Kemerdekaan berbentuk amphitheater. Untuk mencapai ruangan ini kita harus melalui tangga berputar dari pintu sisi utara dan selatan. Ruangan ini menyimpan simbol kenegaraan dan kemerdekaan Republik Indonesia, seperti naskah asli Proklamasi Kemerdekaan yang di simpan dalam kotak kaca berlapis emas. Ada pula kambang negara, peta NKRI, bendera merah putih dan dinding yang bertulis naskah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia. Entah sudah berapa lama aku tak melihat symbol-simbol negara ini.
Selain adanya symbol negara dalam ruangan ini, ada satu kejutan lagi yang akan kita temukan. Sebuah pintu mekanis yang terbuat dari perunggu seberat 4 ton berlapis emas berhiaskan ukiran bunga Wijaya Kusuma yang melambangkan keabadian, serta bunga Teratai yang melambangkan kesucian. Pintu ini pun dikenal dengan sebutan Gerbang Kemerdekaan karena secara mekanis akan membuka seraya memperdengarkan lagu β€œPadamu Negeri” yang kemudian diikuti oleh rekaman suara Presiden Sukarno yang tengah membacakan naskah proklamasi kemerdekaan. Ternyata keren juga Monas hehehe.

Nah moment yang di tunggu pun datang juga, melongok Jakarta dari puncak Monas. πŸ™‚ Begitu pintu lift terbuka aku langsung menghambur menuju teropong untuk melihat panorama Jakarta lebih dekat. Dari pelataran puncak tugu Monas, pengunjung dapat menikmati pemandangan seluruh penjuru kota Jakarta. Untunglah cuaca hari itu teramat cerah sehingga tak ada sedikitpun pemandangan yang terhalang. Gedung-gedung pencakar langit dan beberapa kantor Kementrian yang letaknya tak jauh dari Monas terlihat gagah terkena sinar mentari. Aku bahkan dapat melihat lautan lepas dengan gugusan pulau-pulau kecil yang terlihat sangat kecil namun tetap indah.

DSC_0073
Jakarta city dari atas Monas πŸ˜‰
DSC_0076
ini taman di sekitar Monas dilihat dari atas, keren yah πŸ˜‰

Di puncak Monumen Nasional terdapat cawan yang menopang nyala lampu perunggu yang beratnya mencapai 14,5 ton dan dilapisi emas 35 Kilogram. Sebuah fakta yang baru kuketahui hari itu bahwa 28 kg dari 38 kg emas yang menempel pada obor Monas merupakan sumbangan dari Teuku Markam, seorang pengusaha Aceh yang pernah menjadi salah satu orang terkaya di Indonesia. Hebat ya orang Aceh (mulai narsis :P). Lidah api atau obor ini berukuran tinggi 14 meter dan berdiameter 6 meter terdiri dari 77 bagian yang disatukan, sungguh sebuah seni yang patut dihargai keindahannya Puncak tugu berupa “Api Nan Tak Kunjung Padam” yang bermakna agar Bangsa Indonesia senantiasa memiliki semangat yang menyala-nyala dalam berjuang dan tidak pernah surut atau padam sepanjang masa. Semoga semua makna dan harapan yang terkandung dalam keindahan Monas dapat kita wujudkan bersama. Hidup Indonesiaku. πŸ™‚

Sayup-sayup adzan Dhuhur terdengar dari masjid Istiqlal yang berada tak jauh dari Monas. Kami pun memutuskan untuk shalat dan istirahat sejenak disana. Kaki sih rasanya masih ingin menjelajah, tapi apa daya terik matahari membuat kami keringat kami tak henti bercucuran. Daripada dehidrasi lebih baik kami istirahat dulu. Semoga basuhan air wudhu bisa menyegarkan tubuh kami yang kelelahan. Istiqlal … kami datang. πŸ˜‰

Monumen-Nasional

7 Replies to “Mendadak ke Monas”

  1. Dari atas indah sekali pemandangannya yah, mbak. tamannya juga, seperti yang ada di permainan game saja, hehe. saya belum pernah ke sana, hehehehe. hanya ke Masjid Istiqlanya pernah. ke Jakarta juga masih sekali, itupun pas acara kampus studi observasi ke Kominfo. wisatanya hanya mampirnya ke Kota Tua dan ke museum Fatahillah saja πŸ˜€

    1. wah saya malah belum pernah ke kota Tua Jakarta mas, penasaran banget. moga2 kalo ke Jakarta lagi bisa kesana πŸ˜‰

  2. Monas memang magis…ngg bosen-bosen ke sini…baru mau protes kok ke monas ngg bilang2..ternyata 2013 yooo hehehehe…

    1. hahaha..iya mak. kalo baru2 ini pasti aku ngabarin dirimu dong πŸ˜›

  3. Bertahun2 tinggal dijakarta dan hampir tiap hari lewat kawasan monas untuk berangkat kerja tapi blm perna sedikitpun niat untuk masuk ke dalam nya πŸ™‚ jadi sampai detik ini gw blm perna ke monas hahaha

    1. nah kaaannn… berarti bener kata orang kalo orang Jakarta sendiri biasanya malah blm ke Monas πŸ˜›

  4. waktu kecil beberapa kali kesana tapi pas gede belum pernah sama sekali,semoga bisa numpang megang monas lagi hehehe

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.