Perjalanan Panjang Sebutir Biji Kopi

Assalamualaikum Sahabats …

Tahukah kamu dibutuhkan perjalanan panjang bagi sebutir biji kopi hingga menjadi secangkir kopi yang kaya aroma dan penuh kenikmatan yang hadir dihadapanmu setiap paginya? Sebuah perjalanan penuh warna yang akan mengajarkan pada kita semua bahwa hidup seorang manusia itu tak ubahnya seperti kehidupan biji-biji kopi dan seekor ulat kecil yang bermetamorfosis menjadi seekor kupu-kupu yang cantik jelita. Seperti kehidupan dua mahluk Allah tadi, kehidupan kita pun melalui tahap metamorfosis. Sejatinya hidup adalah proses dari tiada menjadi ada.
Dan inilah kisah tentang sebuah biji kopi mungil yang harus melewati banyak fase untuk mencapai sebuah kesempurnaan.


Sebagai pecinta kopi, mendapat kesempatan menjelajahi perkebunan kopi adalah sebuah kebahagiaan tersendiri. Dan hari ini keinginan itupun bersambut. Melihat dari dekat hamparan luas kebun kopi yang hijau dan penuh dengan berbagai varietas unggul yang selalu berhasil mengundang kerinduan para pengunjung setianya. Bersama setiap ayunan langkah kaki, udara khas pegunungan bersatu dengan harumnya biji-biji kopi yang mulai memerah. Sebuah pengalaman tak terlupakan bagi pecinta kopi seperti aku ini.

Sebuah perkebunan kopi yang luas dan hijau terhampar di hadapan mata ketika kaki ini mulai menjelajahi MesaStila Resort and Spa, sebuah Resort di kota Magelang, Jawa Tengah yang menawarkan konsep unik bagi para konsumennya terutama para pemburu dan pecinta kopi. Selain menikmati suasana pedesaan yang bebas polusi dan kental akan budaya Jawa berlatabelakang pemandangan gunung Ungaran, Merbabu dan gunung Andong, pengunjung juga dapat menikmati secangkir kopi Robusta beraroma menggoda. Bonusnya bahkan kita dapat melihat dari dekat proses produksi kopi dari perkebunan organic yang tentunya eco friendly.

main lobby Mesastila Resort and spa
main lobby Mesastila Resort and spa

 

kecantikan Mesastila Resort and Spa diapit oleh 3 gunung
kecantikan Mesastila Resort and Spa diapit oleh 3 gunung

“Kopi Robusta di MesaStila ini punya aroma yang kuat dan rasa yang nendang karena memang kami mengutamakan kualitas. Kami hanya memanen biji kopi yang memang benar-benar sudah masak dan berwarna merah,” begitu kata pak Yoyok seorang petugas dari MesaStila Resort and Spa yang mengajak kami berkeliling di perkebunan kopi seluas 22 hektar milik MesaStila ini.
Beliau menerangkan beberapa varietas kopi yang di tanam di perkebunan ini dan salah satunya adalah kopi Robusta. Jenis kopi Robusta sangat cocok hidup di desa Losari, Grabag, Magelang karena memang posisinya yang cukup tinggi dengan intensitas curah hujan yang cukup memadai. Pohon kopi di area ini dibudidayakan dengan memanfaatkan sampah dari alam sekitar yang diubah menjadi pupuk kompos. Memang terbukti bahwa sesuatu yang datang dari alam bila dirawat dengan penuh kasih sayang pasti akan memberi hasil yang tak mengecewakan. Seperti perkebunan kopi milik Mesastila Resort and Spa yang setiap tahunnya menghasilkan puluhan kuintal kopi kualitas wahid.

menyusuri kebun kopi di Mesastila
menyusuri kebun kopi di Mesastila

robusta3

Sepanjang jalan menjelajahi perkebunan kopi di MesaStila aroma kopi yang harum memikat asyik menggoda indera penciumanku. Sudah tak sabar rasanya menyeruput si hitam nan pahit tapi ngangenin ini. Ketika kami sampai di “warung kopi” tempat dimana kopi mengalami proses selanjutnya setelah biji kopi di panen, di keringkan secara manual atau dengan mesin, pengupasan, sortasi biji, dan pengeringan.

Ternyata perjalanan si biji kopi masih belum berakhir kawan. Disinilah biji kopi kemudian di sangrai dengan menggunakan mesin berbahan bakar kayu. Aroma favoritku itu kembali menyapa. Aroma pekat dan kuat yang selalu bisa membuat hariku menjadi lebih baik. Beruntung tak perlu waktu lama bagiku untuk mencoba makan kopi. Hhmmm…. iya bukan minum kopi tapi makan kopi.

biji kopi yg sedang disangrai. aromanya wangiiii bangeeett
biji kopi yg sedang disangrai. aromanya wangiiii bangeeett

 

makan kopi di Mesastila
makan kopi di Mesastila

Biji kopi yang sudah siap giling tersaji bersama bongkahan gula aren. Sebuah pengalaman baru yang tentu saja tidak akan aku sia-siakan. Menikmati biji kopi bersama dengan bongkahan gula aren. Keduanya berpadu mesra dalam mulutku. Ada rasa manis dan sedikit pahit di ujung lidah setelah menelannya. Rasa yang menyenangkan sekali dan membuatku kembali beberapa kali untuk mengulang pengalaman unik ini. Ternyata makan kopi sama nikmatnya seperti minum kopi lho.

Setelah biji kopi di sangrai dan didinginkan, baru kemudian biji-biji kopi ini harus kembali rela menjalani proses akhir. Proses yang kusebut sebagai proses transformasi. Biji-biji kopi ini harus merelakan bentuknya untuk berubah demi citarasa yang lebih sempurna. Butiran kopi ini kemudian digiling menjadi bubuk kopi yang nantinya akan di kemas dengan brand Mesastila resort and Spa. Kopi ini akan menjadi sajian spesial untuk semua tamu yang menginap disini. Beruntung hari itu pun pihak Mesastila Resort and Spa sudah menyiapkan kopi untuk kami di penghujung acara.

ngopi2 ala Mesastila
ngopi2 ala Mesastila

Begitu banyak fase yang harus dilewati biji kopi agar dapat sampai kehadapan kita. Perjalanan panjang yang bahkan  mengharuskannya berubah bentuk. Seperti ulat kecil yang kemudian menjelma menjadi kupu-kupu cantik, begitu pula yang harus dijalani biji kopi untuk mencapai kesempurnaan hingga mengundang decak kagum dari para penikmatnya. Proses yang panjang dan lama inilah yang kemudian menghasilkan cita rasa dan kualitas super yang selalu diburu para pecinta kopi dimanapun berada.

Begitu pula hidup yang tak ubahnya  proses bertransformasi yang panjang dan penuh liku. Bukankah menjadi sempurna memang butuh perjuangan dan pengorbanan? Pertanyaannya sekarang, apakah kita siap melalui semua proses yang panjang dan melelahkan itu? Siapkah kita bertransformasi dari sebutir biji menjadi secangkir kopi yang melanglang buana jauh ke negeri seberang dan disanjung oleh semua yang mengenalnya??

DSCF1124[1]

31 Replies to “Perjalanan Panjang Sebutir Biji Kopi”

  1. Aku penikmat kopi terutama kopi tubruk. Tapi sejak kena asam lambung nggak berani minum. Takut seseg

  2. Aku bukan penikmat kopi mba, sesekali aja iseng minum, itupun cuma di rumah doang????. Tapi aku menikmati harumnya kopi2 tadi, sama kayak sedang menikmati tulisan yang (kata mba Muna) mendayu-dayu ini… hehehe. Tetep keren mba narasinya ;).

  3. Jadi penasaran makan kopi, mak…

  4. Mbakk… dirimu harus ke Ijen deh… lihat pengolahan kopi yg di sana. Sekaligus mendaki, dll…. harus pokoknya *maksa ih

  5. dan kita menikmatinya dalam sekejap 🙂

  6. Aah, aku kepingin juga jalan2 ke kebun kopi dan liat proses pengolahannyaaa. Hikss

  7. walo udh berhenti minum kopi, tapi ttp sih nyiumin wangi kopi itu udh kenikmatan tersendiri ;).. Sbagai ganti minum kopi, aku sering beli perawatan badan seperti lulur ato hand body yg beraroma kopi mba :D.. Ampuh bgt utk relaksasi wangi kopi itu

  8. Jadi ingat dulu ketika masih kecil ada bapak penggiling kopi yang sering lewat di depan rumah bersama sepedanya dan menawarkan kopi giling kepada ibu-ibu. Kami anak-anak selalu berkerumun saat bapak itu sedang menggiling butiran kopi dengan gilingan besi hitamnya 🙂

    Minum kopi hangat saat musim hujan begini nikmat ya mbak Muna 🙂

  9. Uhuy. Aku suka tulisan panjang gini

  10. Aiiih…kopi, aku salah satu penikmat setianya. Terutama kopi dengan ampas yang masih mengendap di dasar gelasnya. Ampas yang seolah pasrah pada nasibnya setelah sarinya kusesap manja *hihi..pengen juga bisa nulis ala-ala sastrawan.
    By the way..kayaknya Mom Traveler ini kudu bikin satu rubrik dengan tulisan mendayu semacam ini deh. Tiap hari apaaa…gitcu.
    Suka…pokoke suka tulisan ini 😉

  11. Aku baru tau mba bahwa biji kopi setelah disangrai bs dimakan dgn gula aren….ga keras?

    Mau nginep dihotel dgn sajian piknik tambahan kaya gitu.

  12. Aku juga penikmat kopi. Dan kepingin banget bisa jalan2 seperti itu, menyusuri perkebunan kopi sembari belajar pemrosesan kopi dari ahlinya :).

  13. kebayang harumnya berkeliling di kebun kopi. Saya pernah makan biji kopi. Tapi sepertinya lidah belum terbiasa 🙂

  14. aku beraninya minum kopi susu, hihi. tapi sukaa banget nyium aroma kopi yg aduhay itu…hmm..

  15. asyyik juga kok tulisan mendayu2 gini..
    btw.., kami sempat jalan ke Kampoeng Kopi Banaran mbak..tahun lalu..
    aku tak terlalu banyak minum kopi, sangat jarang malah…, tapi suka dengan kopi kawa daun.. atau aia kawa …yang berasal dari daun kopi itu

  16. Senangnya jalan2 ke kebun kopi, pengen juga 😀
    Soal kopi, saya paling banter minum kopi sachetan or kalau ada uang di kafe. Satu2nya kopi asli yg pernah saya cicipin cuma kopi Manggarai, hehe.

  17. Mirip narasi tulisan di buku2 karya mbak hanum rais, dan saya termasuk suka tulisan mbak hanum, sayangnya punya maag jadi sudah tidak bisa menikmati kopi karena langsung sakit perut hihi

  18. Jadi ikut mencium aroma kopi setelah disangan , trus digiling… sedapnyaaaa. Sayang udah lama gak minum kopi tubruk sejak kena asam lambung. Atau karena minum yg kemasan ya, entahlah.

    Suka tulisan model gini, kayak novel

  19. Walau bukan penikmat kopi, aku pengen juga jalan2 di kebun kopi dan menikmati harumnya biji kopi mbak

  20. Aku suka wangi kopi, tapi tidak pernah meminumnya lagi sejak pertama kali minum dan bikin jantung deg-deg an hehe.
    Resortnya cantik ya, ada view gunungnya juga.

  21. Suamiku suka kopi hitam, waah senangnya ya melihat langsung membuat kopi dan ke kebun kopi.

  22. Perjalanan panjang kopi mirip perjalanan panjang beras yah, Mbak Muna.

    Saya suka deh dengan foto yang paling akhir … gambaran biji2 kopinya keren.

  23. Makan kopi? aku baru baca ini lho ada cara menikmati kopi dengan cara di makan bersama gula aren, wah jadi pingin nyoba kak

  24. saya suka kopi, kalo main ke Jakarta mari ngopi bareng di daerah Jaksel Lumayan apal tepat kopi. salam kenal mbak

  25. Kopinya guedii-guedii ya, Mbak. Kopi pilihan banget. Dan aku nggga tahu rasanyabseperti apa ngunyah biji kopi. 😀

  26. Akhirnya ada juga pembahasan tentang kopi robusta. Selama ini banyaknya bahas kopi arabika yang rasanya asem dan efeknya agak tajam ke lambung. Nice info, Mbak Muna. Kita satu kelompo arisan di Blogger Perempuan lho 😉

  27. baca tulisan mak muna, sambil minum kopi makin terasa nampol nikmatnya… 😀

  28. Jadi inget film Filosofi Kopi nih Mbak hehe

  29. sayang aku bukan coffee person, bukan karena gak suka tp krn gak cocok di lambung. pdhal suka banget sm aromanya. Makanya apapun dg aroma kopi…sy suka kecuali minum kopinya.
    yaa icip2 aja deh

  30. Aku bukan penikmat kopi..tp harum kopi saat disangrai membawa kenangan masa kecil : menemani nenek menyangrai kopi hasil petikan kami dr pohon belakang rumah… Aah..kangen Simbah..

  31. Aduuh kebayang harumnya sangraian kopi di bogor sini mba 🙂

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.