Dalam perjalanan ke Pulau Lombok, aku mengunjungi sebuah Desa yang menjadi tempat tinggal Suku asli Pulau Lombok. Suku Sasak memilih untuk mengabaikan segala hiruk pikuk modernisasi dan tetap memegang teguh adat dan budaya dari leluhur mereka hingga detik ini. Tak jauh dari Bandara Internasional Lombok (BIL), tepatnya di Desa Rambitan, Lombok Tengah, kita akan menemukan sebuah pemandangan yang teramat kontras dengan pemandangan di sekitarnya.

lombok-2014-196
berkenalan dengan Suku Sasak, di Lombok

Jalanan yang mulus dan persawahan yang hijau membentang membuat dua jam perjalanan menuju lokasi Desa Sade tak terasa melelahkan sedikitpun. Kehidupan Suku Sasak memang telah banyak diketahui dan dikagumi oleh para wisatawan asing dan domestik. Hal ini terbukti dengan meningkatnya kunjungan wisatawan setiap tahunnya. Pemerintah setempat pun mengambil peran aktif dengan menjadikan Desa ini sebagai salah satu destinasi wisata di Pulau Lombok.

Setiap tamu yang datang akan didampingi oleh seorang tour guide yang merupakan penduduk asli Suku Sasak Sade. Menurut penuturan pemandu kami, setiap mereka akan bergilir melakukan tugas ini. Hasil yang didapatkan akan dibagi secara merata dan dipergunakan untuk memperbaiki dan membangun Desa mereka agar kian layak dihuni. Setelah mengisi buku tamu dan membayar iuran seikhlasnya untuk perbaikan Desa, sang pemandu membawa kami memasuki Desa Sade tempat bermukim Suku Sasak. Menurut keterangan dari pemandu kami, Desa Sade memiliki luas sekitar 6 ha dengan jumlah populasi 152 kepala keluarga. Semua penghuni Desa masih merupakan kerabat karena mereka menikah dengan sesama Suku Sasak. Selain untuk mempertahankan garis keturunan Suku Sasak, pernikahan sesama suku ini dirasa lebih menghemat biaya. “Untuk melamar perempuan dari Suku lain biayanya mahal sekali, kami tak mampu,” sang pemandu menjelaskan.

Menurut adat yang berlaku, calon mempelai laki-laki diharuskan melarikan sang calon mempelai perepuan. Dalam adat setempat perilaku ini lebih diterima ketimbang melamar langsung kepada ayah calon istri. Melamar anak gadis langsung kepada orangtuanya dianggap seperti membeli anak mereka. Mereka tersinggung bila sang calon mempelai melamar baik-baik karena merasa anak gadisnya bak barang yang dapat diperjualbelikan. Para ayah lebih memilih anak mereka diambil dengan cara kawin lari, tapi tetap membayar mahar meskipun sederhana. Sebuah adat dan pemikiran yang unik ya. 😉

lombok-2014-220
Rumah suku Sasak Sade

 

lombok-2014-207
seorang perempuan suku Sasak yang sedang asyik menenun 🙂

 

Segera setelah melewati gapura Desa, sebuah lingkungan yang rapi dan sibuk mulai terlihat. Beberapa kerajinan khas Lombok karya para perempuan Sasak tersusun rapi menunggu uluran tangan para pembeli. Jejeran kalung, gelang, hiasan dinding, dan kain tenun mempercantik Desa Sade secara keseluruhan. Berbagai motif kain tenun khas Lombok dengan warna yang cerah, sangat menarik perhatianku. Hraga kainnya cukup mahal karena memang pengerjaannya yang sangat rumit. Proses pembuatannya masih sangat sederhana dan alami. Dari mulai benang, pewarnaan, dan proses penenunan dilakukan dengan tangan manusia. Sungguh sebuah karya seni yang luar biasa nilainya. Ketika para perempuan Sasak sibuk dengan karya seninya, para pria bekerja di ladang sebagai petani.

Rumah Suku Sasak di bangun berbaris dan berdekatan satu dengan lainnya. Rumah berukuran sekitar 7×5 meter ini di bangun sepenuhnya dengan campuran tanah liat dan sekam, sedangkan atapnya terbuat dari alang-alang. Memasuki rumah adat Suku Sasak harus sedikit membungkuk karena pintu masuknya yang rendah. Pada bagian bawah hanya terdapat satu ruangan yang merupakan ruang untuk menerima tamu sekaligus sebagai kamar tidur pria. Untuk menuju ke bagian atas rumah, kita harus menaiki tiga anak tangga. Ternyata tingga anak tangga ini memiliki arti tersendiri dalam kepercayaan Suku Sasak. Menurut keterangan dari pemandu kami, tiga anak tangga dalam rumah adat diibaratkan sebagai tiga fase kehidupan manusia, lahir, berkembang, dan mati. Pada bagian atas rumah terdiri dari dua ruangan, dapur dan kamar bagi perempuan yang sekaligus berfungsi sebagai ruang melahirkan. Rupanya setiap rumah adat Sasak diharuskan memiliki ruangan bersalin agar sang ibu tak kesulitan saat melahirkan.

lombok-2014-204
pintu rumah suku sasak yang mungil

lombok-2014-201
bagian dalam rumah

Satu kebiasaan yang masih dijalankan Suku Sasak hingga hari ini adalah membersihkan seluruh ruangan rumah dengan kotoran kerbau. Sayang sekali pagi itu kami tidak melihat ada keluarga yang sedang melakukan proses pembersihan rumah dengan cara ini. Terus terang aku sendiri penasaran sekali, bagaimana mungkin kotoran kerbau yang tak dicampur bahan apapun selain sedikit air dapat membersihkan ruangan. Bagaimana dengan bau dan kuman-kuman yang mungkin menempel pada kotoran kerbau itu? Nah pertanyaan inilah yang nggak akan bisa terjawab. Mengubah kebiasaan ini pun sepertinya sulit ya, karena memang sudah menjadi kepercayaan turun-temurun.

Selain rumah para penduduk, Desa Sade dilengkapi juga dengan lumbung padi atau biasa disebut dengan Beruga. Bangunan inilah yang menjadi ciri khas Suku Sasak dengan atap yang berbentuk topi dan terbuat dari alang-alang dan didirikan di atas empat tumpukan kayu. Saat musim panen tiba, padi dimasukkan melalui jendela terbuka yang ada di bagian atap. Bagian bawah bangunan berdiri di atas enam pilar dengan atapnya juga terbuat dari alang-alang dan tanpa dinding sedikitpun. Alang-alang dipilih sebagai bahan pembuat atap karena dapat meredam cuaca panas di siang hari dan menghangatkan suhu ruangan di malam hari. Beruga inilah yang kini menjadi salah satu icon khas Pulau Lombok.

Desa Sade juga dilengkapi dengan sebuah Masjid yang cukup besar. Dahulu penduduk Suku Sasak menganut kepercayaan “Wetu Telu” atau tiga waktu, dimana shalat hanya dilakukan tiga kali dalam sehari. Seiring dengan pemahaman mereka terhadap ajaran Islam, kepercayaan ini perlahan mulai ditinggalkan. Sebagian besar dari mereka telah melaksanakan shalat lima waktu.

lombok-2014-215
bagian dalam masjid suku sasak

 

tampak luar bangunan masjid suku sasak
tampak luar bangunan masjid suku sasak

Setelah mengelilingi Desa Sade sembari menambah pengetahuan mengenai kehidupan Suku Sasak tour singkat kami pun berakhir di pintu masuk Desa. Wajah-wajah bahagia dan penuh dengan keramahan menghapuskan kecurigaanku tentang komersialisasi kehidupan mereka. Keberadaan wisata Suku Sasak ini sepertinya dapat diterima oleh seluruh warga dan terbukti membantu kehidupan mereka. Semoga kesederhanaan dan keramahan mereka tetap terjaga meskipun gemerlap globalisasi dan modernisasi hanya berjarak sejengkal dari tanah leluhur mereka.

Salah satu berkah ngeblog yang sangat aku syukuri adalah bisa nambah temen dan mempererat tali silaturahmi. Teman yang sudah bertahun-tahun nggak ketemu ternyata bisa nyambung lagi di blog, bahkan dari hobby menulis inilah hubungan kami berkembang nggak hanya sebatas teman, tapi juga partner kerja bahkan saudara. 🙂

Yup .. kali ada cerita reuni antara aku dan pemilik Penerbit Sixmidad alias Belalang Cerewet yang juga seniorku waktu kuliah di Fakultas Sastra, Undip. Nama mas Rudi sering sekali disebut-sebut para dosen karena memang beliau salah satu mahasiswa yang pinter. Aku juga termasuk orang yang kagum sama beliau ini (tapi bukan karena gantengnya lho. Catet!!) karena memang mas Rudi ini pinter. Aku ingat skripsinya dulu seringkali dipuji banyak dosen, nilainya pun perfect A. Aku jadi termotivasi dan pengen banget mengikuti jejak si kangmas ini. Long story short, setelah lulus kuliah kami sempat lost contact dan blog inilah yang mempertemukan kami. Kangmas Rudi lah yang menceburkanku ke dunia blog dan lewat Sixmidad lah buku pertamaku lahir. Jadi jasa beliau cukup besar juga ya dalam kehidupan tulis menulisku. 😛

Waktu aku masih di Sidoarjo, kami pernah ketemu di launching buku triloginya Pakdhe Cholik, dan alhamdhulilah kami ketemu lagi di Semarang dua minggu lalu. Rupanya kangmas lagi pengen nostalgila masa mudanya dulu dan pengen banget bawa anak-anaknya ke Banaran, caffe yang ada kebun kopinya itu lho. Ya wes, apa sih yang enggak buat kangmasku ini, lagipula Banaran jaraknya Ccuma selemparan batu dari Semarang. Apalagi mas Rudi udah jauh-jauh datang dari Bogor bersama istri tercita dan duo pipi tembem. Nadia pun nggak kalah hebohnya mau kedatangan dua adik-adik tersayangnya. Baeklah … cuzz kami ke Banaran. 🙂

20150104_101417
welcome to Kampung Kopi Banaran

Jadi .. buat yang belum tau, Kampung Kopi Banaran adalah salah satu agrowisata milik PT. Perkebunan Nusantara IX (Persero), yang terletak di Areal Perkebunan Kopi Kebun Getas Afdeling Assinan tepatnya Jl. Raya Semarang – Solo Km. 35. Kalau kita berangkat dari kota Semarang, langsung aja masuk pintu tol ke arah Ungaran, lokasi Kampung Kopi Banaran ini jaraknya sangat dekat dari exit tol Ungaran.
Oya dalam reuni kali ini kami juga memboyong, sahabat mas Rudi yang menikah dengan sahabatku juga. Mereka sekarang tinggal di Ungaran. Mas Rudi dan Mas Bahtiar ini udah soulmate banget lah, jadi kasian banget kan kalau mereka nggak dipertemukan sekalian. Mumpung udah nyampe Semarang kan? 😉

Rupanya sejak terakhir kali aku kemari, Kampung Kopi Banaran sudah sudah mengalami peremajaan. Hasilnya pun cukup asyik. Taman bermainnya makin luas, fasilitas makin lengkap. Selain taman bermain, ada camping ground, flying fox, water park, dan banyak lagi. Udara hari itu pun juga sangat mendukung untuk reuni kami. Ngobrol seru-seruan sambil jagain anak-anak main di Playground. Anak-anak pun nggak butuh waktu lama untuk berteman. Kak Nadia udah jadi komandan aja nih, menggiring adik-adiknya main kesana kemari.Konsep kampung kopi Banaran ini memang di kemas untuk wisata keluarga dengan fasilitas yang bisa dinikmati seluruh anggota keluarga. Tempatnya pun luas dan sejuk, jadi anak-anak betah lah main disitu.

Banaran-2015-8

Banaran-2015-5

Puas main kami giring bocah-bocah untuk naik kereta wisata mengelilingi Perkebunan kopi yang luasnya mencapat 400 hektare ini. Nggak mungkin banget kan kalau kita kelilingnya jalan kaki? 😛 setelah membayar Rp 50.000 untuk tiket kereta dan ngantri cukup lama (hari Minggu jadi lumayan rame) penjelajahan pun dimulai. Agrowisata Kampung Kopi Banaran ini hanya menanam jenis kopi Robusta. Sedangkan untuk jenis kopi Arabica justru harus di tanam di dataran yang lebih tinggi lagi. Seperti kopi Gayo atau kopi Aceh lainnya yang berjenis Arabica yang di dataran tinggi Gayo dan Bener Meriah. Seandainya di Pemda Takengon bikin agrowisata seperti Banaran ini, pasti seru deh. 🙂

Sepanjang jalan kenangan, kita akan menemukan pemandangan yang cantik. Karena letaknya di atas bukit jadi kereta yang kami naiki harus naik turun di jalan yang sempit dan curam. Berasa naik ATV deh hehehe. Alhamdhulilah keretanya aman kok, kan sudah dikondisikan untuk kereta wisata, so no worries. 😉 Cuma adek Bumi sempet rada panik dan nangis. Rupanya menurut si adek ini bentuk kereta yang dinaiki si ayah (ada di belakang kami) mirip Gajah. Bumi rada ngeri-ngeri gimana gitu liatnya, tapi syukurlah perhatiannya bisa dialihkan lagi. Dek Bumi pinter euy. 🙂

ini nih ..tersangka gajah yang bikin Bumi ketakutan :P
ini nih ..tersangka gajah yang bikin Bumi ketakutan 😛

Banaran-2015-21
kereta wisata yg digunakan untuk keliling perkebunan kopi

Meskipun si kopi belum waktunya di panen, perbukitan yang hijau dan Rawa Pening terlihat jelas dari puncak perkebunan ini. sayang hari mendung, lensa kamera si abang juga kurang maksimal untuk bisa mengambil foto Rawa Pening karena memang jauh. ;(
Pas waktunya makan siang, hujan turun. Berhubung kami datang saat weekend jadi agak susah juga nyari tempat kosong untuk makan. Kami pengennya duduk di gazebo yang tersebar di sekitar area bermain tapi udah keisi semua. Jadilah kami melipir ke depan, yang penting bisa makan dengan tenang deh. Anak-anak udah mulai “beraksi” hehehe.

Main ke kebun kopi rasanya nggak seru dong kalo nggak ngopi, apalagi kami semua penggemar kopi. Kami memesan kopi Robusta spesial ditemani dengan snack dan menu makan siang. Sayang rasa kopinya kurang nendang. Ga se spesial yang kami bayangkan. Rasanya nggak ada bedanya sama kopi instant yang biasa kita buat sendiri. Padahal ekspektasi kita, ngopi di Banaran yang mana adalah penghasil kopi Robusta, pastinya akan jadi salah satu kopi terbaik yang pernah kami cicipi. Tapi ternyata spesialnya nggak nemu sama sekali. 🙁 Kayanya para Barista di kampung Kopi Banaran harus cari inovasi racikan baru deh supaya rasa kopinya makin endang dan pastinya mendatangkan lebih banyak pecinta kopi kesini. 😉

Banaran-2015-52

Hujan makin deras, hari pun sudah sore. Kami pun mengakhiri reuni singkat di Banaran. Mas Rudi dan keluarga di boyong ke Kudus. Kayanya rindu berat sama si soulmate deh dia. Besok juga mereka harus segera balik ke Lamogan. Alhamdhulilah meskipun singkat dan penuh dengan riuh rendah bocah-bocah, temu kangen di Banaran kali ini menyenangkan. Semoga lain waktu bisa reunian lagi di tempat yang lebih keren lagi.

Makasih ya mas Rudi, mbak Harni, Rumi, dan Bumi sudah menyempatkan diri main ke Semarang dan nginep di rumah Nadia. Lain kali mainnya harus lebih lama ya, supaya kita bisa jalan-jalan lagi. 🙂

Banaran-2015-56

Horeee…. bisa ke Jogja lagi. Seneng deh. 🙂 Kota yang selalu bikin kangen dan nggak pernah bosen meskipun udah berkali-kali datang. apalagi kedatangan kali ini nginepnya di Sheraton Mustika, Jogjakarta lho. Wuuiih… ngimpi apa coba? Bisa nginep di 5 stars hotel, biasanya aja di hotel tipe bintang jatuh hehe. 😛

Sebelum balik ke Semarang, kami mampir ke Candi Prambanan. Setelah candi Borobudur, aku pengen ngajakin Nadia ke Candi Prambanan. Nah supaya Nadia nggak bosen aku mulai lah cerita tentang legenda si putri Roro Jonggrang yang di kutuk jadi batu karena sudah berbohong. Taktik ini ternyata berhasil. Nadia antusias banget pengen lihat wujud si princess ini. 😉

Jadi emak pecinta traveling (momtraveler) itu memang diperlukan akal yang cukup panjang. Namanya juga anak-anak kadang muncul juga rewelnya atau lebih milih jalan ke Theme Park atau pantai, padahal banyak tempat lain yang oke juga untuk dijelajahi. Sebagai orangtua kita dituntut untuk sabar dan pinter cari celah. Pastinya traveling sama anak nggak sebebas traveling rame-rame dengan sahabat tapi bukan berarti nggak seru. Kerewelan itu bisa diatasi dengan sedikit taktik (dan janji dibeliin es cream magnum pas pulang) dan kesabaran. 😛

Jogja Prambanan - nov 14 -51

Oke balik lagi ke Candi Prambanan yang merupakan Candi Hindu terbesar di Asia Tenggara yah. Candi Prambanan dibangun abad ke-9, dipersembahkan untuk dewa Syiwa, sang penghancur, dan dua yang ada di sampingnya dipersembahkan masing-masing untuk dewa Brahma, dewa pencipta serta dewa Wisnu, dewa pemelihara. Candi yang tertinggi menjulang setinggi 47 meter diantara candi-candi lain di sekitarnya.

Lokasinya nggak jauh lho dari Candi Borobudur yang merupakan Candi Budha yang juga jadi salah satu warisan budaya dunia yang diakui UNESCO. Candi ini di bangun pada abad ke 9 dan sempat mengalami beberapa kali renovasi. Prambanan yang dahulu sempat rusak akibat bencana alam ditemukan kembali oleh seorang warga Belanda bernama CA Lons tahun 1733 setelah terabaikan selama ratusan tahun. Candi ini telah mengalami pemugaran dan kini Candi Prambanan dikenal sebagai Candi Hindu paling indah di Indonesia. Aku sendiri termasuk penggemar candi Prambanan sejak dulu. Menurutku si Candi Prambanan ini terlihat sangat anggun dan unik. Secantik Roro Jonggrang mungkin? 😉

Jogja-Prambanan-nov-14-62
si putri ini dikutuk jadi batu karena suka bohong … makanya jangan bohong ya?? 😉

 

Jogja-Prambanan-nov-14-48

Jogja-Prambanan-nov-14-70

Candi Prambanan ini adalah candi utamanya. Ada candi-candi kecil, sebagian masih belum jadi tersebar di sekitarnya. Ya .. seperti yang pernah kita dengar dalam kisah Roro Jonggrang, ratusan candi kecil ini (Candi Sewu) adalah candi-candi yang sudah di bangun Bandung Bonwoso untuk sang Putri. Mungkin dari candi-candi kecil yang kemudian mengilhami lahirnya legenda Roro Jonggrang ya. 🙂

Relief candi Prambanan berkisah tentang epik Ramayana yang terkenal itu. Bagi penggemar cerita epik semacam ini bisa lho dilihat live di Candi Prambanan. Dari jaman kuliah dulu aku pengen banget nonton sendratari Ramayana di Candi Prambanan yang katanya selalu full booked dan dipenuhi bule-bule. Sayangnya sampe sekarang belum kesampaian. 🙁 Kalau kalian tertarik melihat sendratari ini, ada jadwalnya tetapnya kok, boleh tanya sama petugas di Candi Prambanan atau lebih praktis lagi nanya mbah gugel aja yah heheh. 😛

Jogja-Prambanan-nov-14-59
salah satu relief yang ada di candi Prambanan

 

Jogja-Prambanan-nov-14-68

Oya, selama kunjungan di Candi Prambanan ini ambilah foto sebanyak mungkin. Selain karena lokasi tempatnya yang memang keren dan sayang banget kalau sampe nggak narsis disini, tiket masuk yang kita beli berlaku selama 1 hari penuh. Jadi mau dari pagi buta sampe malam pun nggak masalah. Kalau capek ada kereta wisata yang bisa mengantarkan kita keliling Candi yang luas ini, meskipun lebih asyik kalau kita jalan perlahan sembari menikmati relief candi dan pemandangan yang indah sekalian olahraga juga kan. Toh we have all day to enjoy this temple. 🙂

Pengen beli souvenir dan oleh-oleh bisa banget. Setelah puas menikmati keindahan Candi Prambanan kita bisa langsung cuzz ke pasar seni yang pasti akan kita lewati sebelum keluar. Barangnya lucu-lucu dan bisa banget di tawar.
Jogja memang gudangnya tempat asyik, makanan enak, dan barang-barang lucu dan murmer. Siapa yang nggak betah liburan ke Jogja? Jogja … I love you full deh. 🙂

Happy traveling 🙂

Jogja-Prambanan-nov-14-54

Assalamualaikum sahabats 🙂

Sebenernya acara ini sudah agak basi di bahas sekarang, secara agenda ini diadakan 31 Desember, 2014 lalu. Tapi berhubungan segala kesibukan dan keriweuhan mengejar deadline, akhirnya baru sempet posting hari ini. Better late than no posting at all kan?? 😉

Di gelar di gedung Tourism Information Center nya Jateng, acara berlangsung cukup meriah pagi itu. Ada berbagai tamu kehormatan yang diundang menghadiri launching Central Java E-tourism ini seperti perwakilan dari Dinas Pariwisata daerah, awak media, stakeholder pariwisata, komunitas sosial media, dan pastinya travel blogger yang berdomisili di Jateng, termasuk akuh. 😉 Spesial thanks buat mas Fahmi Anhar, travel blogger nan kondang itu yang sudah mengundang aku. 🙂

Gedung TIC Jateng foto diambil dari www.tugumudasemarang.blogspot.com
Gedung TIC Jateng
foto diambil dari www.tugumudasemarang.blogspot.com

Launching Central Java E-tourism ini di pimpin langsung oleh kepala Disbudpar Jawa Tengah, bapak Prasetyo Ariwibowo. Dalam pemaparannya beliau mengemukakan bahwa saat ini ada trend yang cukup menarik dalam dunia pariwisata Indonesia. Konsumen tidak lagi mengandalkan iklan atau booklet pariwisata namun melalui internet. Nah disinilah peran besar para travel blogger akhirnya mulai disadari dan diakui banyak pihak. Para travel blogger inilah yang secara masif menyebarkan informasi wisata pada pembacanya yang tersebar di seantero dunia dan membawa dampak kenaikan jumlah wisatawan yang berkunjung ke Indonesia.

Kesadaran bapak Prasetyo Ariwibowo ini ternyata juga diamini oleh Kemenbudpar dan Gubernur Jateng, Ganjar Pranowo sehingga tercetuslah ide membuat Central Java E-tourism ini. setelah launching Central java E-tourism ini rencanaya, Disbudpar Jateng akan lebih banyak merangkul para travel blogger untuk membantu mempromosikan pariwisata Jawa Tengah. Sejauh ini memang pariwisata Jawa Tengah masih tertinggal bila dibandingkan dengan Jogjakarta, Jawa Timur, dan beberapa Provinsi lain padahal kalau boleh jujur potensi Jawa Tengah nggak kalah besarnya lho. 🙁 Jadi apa yang menyebabkan angka wisatawan yang berkunjung ke Jawa Tengah tak sebanyak di tempat lain??

foto dipinjam dari sini
foto dipinjam dari sini

Well .. kalo menurutku sih sebagai pelaku lapangan, potensi ini masih belum maksimal digali. Pengemasannya pun kurang menarik jika dibandingkan daerah lain. Belum lagi fasilitas yang masih minim. Inilah yang juga dikeluhkan banyak wisatawan lain dan syukurlah pihak Dinbudpar mulai menyadarinya. Sembari memperbaiki kekurangan disana sini, Dinbudpar juga sudah memiliki agenda strategis untuk meningkatkan pariwisata Jateng. Selain pemasaran secara digital melalui Central Java E-tourism, Dinbudpar juga akan gencar berpromosi di media cetak dan elektronik, melakukan roadshow, familiarization trip dengan para travel blogger (cihuuuuyyyy :)), dan lomba blog. Nah yang ini pasti di tunggu-tunggu banget sama para blogger yah. So my fellow bloggers, wherever you are, prepare yoursepf for the big event yah. It’s coming soon. 🙂

Selain melakukan beberapa langkah strategis di atas Dinbudpar Jateng juga sudah memetakan beberapa lokasi wisata yang akan menjadi andalan dan fokus utama. Adalah kawasan Karimunjawa, peningkatan kualitas beberapa wisata alam, pengembangan Museum, pengembangan Desa Wisata, dan merealisasikan Jateng Park.

20150107_074604
hasyeeekk dapet calender event Jateng nih, siap traveling!!! 😉

sebagai travel blogger, aku merasa bangga banget bisa ikut berkontribusi dalam peningkatan kualitas pariwisata Jawa Tengah. Sudah saatnya Jawa Tengah terutama Semarang bersinar dan sejajar dengan kota besar lainnya di Indonesia. Semoga E-tourism ini bisa sangat membantu promosi pariwisata Jawa Tengah dan niatan Dinbudpar menggandeng para travel blogger ini akan membawa manfaat yang baik untuk kedua belah pihak.

Senangnya bisa berkontribusi untuk kemajuan Indonesia walaupun hanya dari tulisan-tulisan. Bangga rasanya jadi travel blogger. Hidup travel blogger!!!! 🙂 🙂 🙂

visit jateng logo