Assalamualaikum sahabats …
Meskipun sedih karena sempet ketinggalan kereta Singapore – Malaysia, sore itu akhirnya kami meninggalkan Johor Baru juga. Kalau dipikir-pikir sayang juga si udah nyampe JB tapi cuma terkapar di hotel karena kecapean, pengen ke Legoland si abang nggak rela bayar segitu mahal cuma untuk masuk theme park. Nevermind … manusia bisanya bikin itinerary, yang menentukan berhasil atau enggaknya tetap Allah. Semua kita ambil hikmahnya aja deh. 🙂
Masih melanjutkan perjalanan perdana family backpacking kami ke Singapore, kali ini kami mau melanjutkan perjalanan ke Malaysia. Meskipun banyaak banget tempat yang ingin kami kunjungi tapi waktu kami kali ini terbatas, jadinya aku bikin deh itinerary di Singapore untuk dua hari. Lagi-lagi ketiban apes, saatnya mau traveling keluar negeri Rupiah lagi jatuh tersungkur. Bayangin aja, 1SGD setara dengan Rp. 9700. #nangissesenggukan
Assalamualaikum sahabats
Hari Minggu kemarin judulnya bener-bener weekend yang nggak jelas. Mau jalan keluar kota males, mau ke mall udah bosen, mau muter-muter Semarang juga rasanya udah terjelajahi semua, akhirnya kami memutuskan untuk ngikutin aja kemana arah roda bergerak hehee…. Dari mulai ujung Barat sampai Timur Semarang. Dari Semarang bawah menuju Gunung Pati sampai akhirnya kami kelaperan dan memutuskan untuk mencari tempat makan.
Assalamualaikum Sahabats 🙂
Hayoo siapa yang tahu agenda apa yang nggak terpisahkan kemanapun aku pergi? Yup .. you got it. Wisata kuliner. Rasanya kurang berkesan aja traveling tanpa wisata kuliner dan rugi tujuh turunan deh kalau udah sampe ke tempat baru tanpa mencicipi masakan khas daerah tersebut.
Assalamualaikum Sahabat 🙂
Bagi sebagian orang pelajaran Sejarah jadi pelajaran yang membosankan atau bahkan berpotensi bikin ngantuk tingkat dewa, tapi enggak buatku. Sejak kecil Sejarah selalu jadi salah satu pelajaran kesukaanku. Mendengar cerita mengenai peradaban kuno, kerajaan-kerajaan besar dan peristiwa penting dan berpengaruh di dunia, bahkan sejarah tentang perjuangan bangsa selalu menarik dimataku. Dan sampai detik ini pun buku sejarah selalu jadi buku kesukaanku. Kecintaan ini pula lah yang membuatku ikut bergabung dalam komunitas sejarah Lopen Semarang.
Assalamualaikum Sahabatas 🙂
Ibarat kata, Medan itu udah jadi salah kota transit favoritku. Sebelum pulang kampung ke Aceh, kami biasanya selalu singgah di Medan untuk mengunjungi kakak dan pastinya jalan-jalan asyik dan wisata kuliner lah hai hehehee. Ibukota Sumatera Utara ini terbilang salah satu kota metropolitan di Indonesia dan punya banyak tempat menarik. Buat pecinta wisata sejarah dan budaya, Medan udah pasti menyenangkan untuk di eksplor. Eits tapi bukan berarti pecinta wisata alam nggak bisa seseruan di Medan.
Dalam perjalanan ke Pulau Lombok, aku mengunjungi sebuah Desa yang menjadi tempat tinggal Suku asli Pulau Lombok. Suku Sasak memilih untuk mengabaikan segala hiruk pikuk modernisasi dan tetap memegang teguh adat dan budaya dari leluhur mereka hingga detik ini. Tak jauh dari Bandara Internasional Lombok (BIL), tepatnya di Desa Rambitan, Lombok Tengah, kita akan menemukan sebuah pemandangan yang teramat kontras dengan pemandangan di sekitarnya.
Jalanan yang mulus dan persawahan yang hijau membentang membuat dua jam perjalanan menuju lokasi Desa Sade tak terasa melelahkan sedikitpun. Kehidupan Suku Sasak memang telah banyak diketahui dan dikagumi oleh para wisatawan asing dan domestik. Hal ini terbukti dengan meningkatnya kunjungan wisatawan setiap tahunnya. Pemerintah setempat pun mengambil peran aktif dengan menjadikan Desa ini sebagai salah satu destinasi wisata di Pulau Lombok.
Setiap tamu yang datang akan didampingi oleh seorang tour guide yang merupakan penduduk asli Suku Sasak Sade. Menurut penuturan pemandu kami, setiap mereka akan bergilir melakukan tugas ini. Hasil yang didapatkan akan dibagi secara merata dan dipergunakan untuk memperbaiki dan membangun Desa mereka agar kian layak dihuni. Setelah mengisi buku tamu dan membayar iuran seikhlasnya untuk perbaikan Desa, sang pemandu membawa kami memasuki Desa Sade tempat bermukim Suku Sasak. Menurut keterangan dari pemandu kami, Desa Sade memiliki luas sekitar 6 ha dengan jumlah populasi 152 kepala keluarga. Semua penghuni Desa masih merupakan kerabat karena mereka menikah dengan sesama Suku Sasak. Selain untuk mempertahankan garis keturunan Suku Sasak, pernikahan sesama suku ini dirasa lebih menghemat biaya. “Untuk melamar perempuan dari Suku lain biayanya mahal sekali, kami tak mampu,” sang pemandu menjelaskan.
Menurut adat yang berlaku, calon mempelai laki-laki diharuskan melarikan sang calon mempelai perepuan. Dalam adat setempat perilaku ini lebih diterima ketimbang melamar langsung kepada ayah calon istri. Melamar anak gadis langsung kepada orangtuanya dianggap seperti membeli anak mereka. Mereka tersinggung bila sang calon mempelai melamar baik-baik karena merasa anak gadisnya bak barang yang dapat diperjualbelikan. Para ayah lebih memilih anak mereka diambil dengan cara kawin lari, tapi tetap membayar mahar meskipun sederhana. Sebuah adat dan pemikiran yang unik ya. 😉
Segera setelah melewati gapura Desa, sebuah lingkungan yang rapi dan sibuk mulai terlihat. Beberapa kerajinan khas Lombok karya para perempuan Sasak tersusun rapi menunggu uluran tangan para pembeli. Jejeran kalung, gelang, hiasan dinding, dan kain tenun mempercantik Desa Sade secara keseluruhan. Berbagai motif kain tenun khas Lombok dengan warna yang cerah, sangat menarik perhatianku. Hraga kainnya cukup mahal karena memang pengerjaannya yang sangat rumit. Proses pembuatannya masih sangat sederhana dan alami. Dari mulai benang, pewarnaan, dan proses penenunan dilakukan dengan tangan manusia. Sungguh sebuah karya seni yang luar biasa nilainya. Ketika para perempuan Sasak sibuk dengan karya seninya, para pria bekerja di ladang sebagai petani.
Rumah Suku Sasak di bangun berbaris dan berdekatan satu dengan lainnya. Rumah berukuran sekitar 7×5 meter ini di bangun sepenuhnya dengan campuran tanah liat dan sekam, sedangkan atapnya terbuat dari alang-alang. Memasuki rumah adat Suku Sasak harus sedikit membungkuk karena pintu masuknya yang rendah. Pada bagian bawah hanya terdapat satu ruangan yang merupakan ruang untuk menerima tamu sekaligus sebagai kamar tidur pria. Untuk menuju ke bagian atas rumah, kita harus menaiki tiga anak tangga. Ternyata tingga anak tangga ini memiliki arti tersendiri dalam kepercayaan Suku Sasak. Menurut keterangan dari pemandu kami, tiga anak tangga dalam rumah adat diibaratkan sebagai tiga fase kehidupan manusia, lahir, berkembang, dan mati. Pada bagian atas rumah terdiri dari dua ruangan, dapur dan kamar bagi perempuan yang sekaligus berfungsi sebagai ruang melahirkan. Rupanya setiap rumah adat Sasak diharuskan memiliki ruangan bersalin agar sang ibu tak kesulitan saat melahirkan.
Satu kebiasaan yang masih dijalankan Suku Sasak hingga hari ini adalah membersihkan seluruh ruangan rumah dengan kotoran kerbau. Sayang sekali pagi itu kami tidak melihat ada keluarga yang sedang melakukan proses pembersihan rumah dengan cara ini. Terus terang aku sendiri penasaran sekali, bagaimana mungkin kotoran kerbau yang tak dicampur bahan apapun selain sedikit air dapat membersihkan ruangan. Bagaimana dengan bau dan kuman-kuman yang mungkin menempel pada kotoran kerbau itu? Nah pertanyaan inilah yang nggak akan bisa terjawab. Mengubah kebiasaan ini pun sepertinya sulit ya, karena memang sudah menjadi kepercayaan turun-temurun.
Selain rumah para penduduk, Desa Sade dilengkapi juga dengan lumbung padi atau biasa disebut dengan Beruga. Bangunan inilah yang menjadi ciri khas Suku Sasak dengan atap yang berbentuk topi dan terbuat dari alang-alang dan didirikan di atas empat tumpukan kayu. Saat musim panen tiba, padi dimasukkan melalui jendela terbuka yang ada di bagian atap. Bagian bawah bangunan berdiri di atas enam pilar dengan atapnya juga terbuat dari alang-alang dan tanpa dinding sedikitpun. Alang-alang dipilih sebagai bahan pembuat atap karena dapat meredam cuaca panas di siang hari dan menghangatkan suhu ruangan di malam hari. Beruga inilah yang kini menjadi salah satu icon khas Pulau Lombok.
Desa Sade juga dilengkapi dengan sebuah Masjid yang cukup besar. Dahulu penduduk Suku Sasak menganut kepercayaan “Wetu Telu” atau tiga waktu, dimana shalat hanya dilakukan tiga kali dalam sehari. Seiring dengan pemahaman mereka terhadap ajaran Islam, kepercayaan ini perlahan mulai ditinggalkan. Sebagian besar dari mereka telah melaksanakan shalat lima waktu.
Setelah mengelilingi Desa Sade sembari menambah pengetahuan mengenai kehidupan Suku Sasak tour singkat kami pun berakhir di pintu masuk Desa. Wajah-wajah bahagia dan penuh dengan keramahan menghapuskan kecurigaanku tentang komersialisasi kehidupan mereka. Keberadaan wisata Suku Sasak ini sepertinya dapat diterima oleh seluruh warga dan terbukti membantu kehidupan mereka. Semoga kesederhanaan dan keramahan mereka tetap terjaga meskipun gemerlap globalisasi dan modernisasi hanya berjarak sejengkal dari tanah leluhur mereka.
Salah satu berkah ngeblog yang sangat aku syukuri adalah bisa nambah temen dan mempererat tali silaturahmi. Teman yang sudah bertahun-tahun nggak ketemu ternyata bisa nyambung lagi di blog, bahkan dari hobby menulis inilah hubungan kami berkembang nggak hanya sebatas teman, tapi juga partner kerja bahkan saudara. 🙂
Yup .. kali ada cerita reuni antara aku dan pemilik Penerbit Sixmidad alias Belalang Cerewet yang juga seniorku waktu kuliah di Fakultas Sastra, Undip. Nama mas Rudi sering sekali disebut-sebut para dosen karena memang beliau salah satu mahasiswa yang pinter. Aku juga termasuk orang yang kagum sama beliau ini (tapi bukan karena gantengnya lho. Catet!!) karena memang mas Rudi ini pinter. Aku ingat skripsinya dulu seringkali dipuji banyak dosen, nilainya pun perfect A. Aku jadi termotivasi dan pengen banget mengikuti jejak si kangmas ini. Long story short, setelah lulus kuliah kami sempat lost contact dan blog inilah yang mempertemukan kami. Kangmas Rudi lah yang menceburkanku ke dunia blog dan lewat Sixmidad lah buku pertamaku lahir. Jadi jasa beliau cukup besar juga ya dalam kehidupan tulis menulisku. 😛
Waktu aku masih di Sidoarjo, kami pernah ketemu di launching buku triloginya Pakdhe Cholik, dan alhamdhulilah kami ketemu lagi di Semarang dua minggu lalu. Rupanya kangmas lagi pengen nostalgila masa mudanya dulu dan pengen banget bawa anak-anaknya ke Banaran, caffe yang ada kebun kopinya itu lho. Ya wes, apa sih yang enggak buat kangmasku ini, lagipula Banaran jaraknya Ccuma selemparan batu dari Semarang. Apalagi mas Rudi udah jauh-jauh datang dari Bogor bersama istri tercita dan duo pipi tembem. Nadia pun nggak kalah hebohnya mau kedatangan dua adik-adik tersayangnya. Baeklah … cuzz kami ke Banaran. 🙂
Jadi .. buat yang belum tau, Kampung Kopi Banaran adalah salah satu agrowisata milik PT. Perkebunan Nusantara IX (Persero), yang terletak di Areal Perkebunan Kopi Kebun Getas Afdeling Assinan tepatnya Jl. Raya Semarang – Solo Km. 35. Kalau kita berangkat dari kota Semarang, langsung aja masuk pintu tol ke arah Ungaran, lokasi Kampung Kopi Banaran ini jaraknya sangat dekat dari exit tol Ungaran.
Oya dalam reuni kali ini kami juga memboyong, sahabat mas Rudi yang menikah dengan sahabatku juga. Mereka sekarang tinggal di Ungaran. Mas Rudi dan Mas Bahtiar ini udah soulmate banget lah, jadi kasian banget kan kalau mereka nggak dipertemukan sekalian. Mumpung udah nyampe Semarang kan? 😉
Rupanya sejak terakhir kali aku kemari, Kampung Kopi Banaran sudah sudah mengalami peremajaan. Hasilnya pun cukup asyik. Taman bermainnya makin luas, fasilitas makin lengkap. Selain taman bermain, ada camping ground, flying fox, water park, dan banyak lagi. Udara hari itu pun juga sangat mendukung untuk reuni kami. Ngobrol seru-seruan sambil jagain anak-anak main di Playground. Anak-anak pun nggak butuh waktu lama untuk berteman. Kak Nadia udah jadi komandan aja nih, menggiring adik-adiknya main kesana kemari.Konsep kampung kopi Banaran ini memang di kemas untuk wisata keluarga dengan fasilitas yang bisa dinikmati seluruh anggota keluarga. Tempatnya pun luas dan sejuk, jadi anak-anak betah lah main disitu.
Puas main kami giring bocah-bocah untuk naik kereta wisata mengelilingi Perkebunan kopi yang luasnya mencapat 400 hektare ini. Nggak mungkin banget kan kalau kita kelilingnya jalan kaki? 😛 setelah membayar Rp 50.000 untuk tiket kereta dan ngantri cukup lama (hari Minggu jadi lumayan rame) penjelajahan pun dimulai. Agrowisata Kampung Kopi Banaran ini hanya menanam jenis kopi Robusta. Sedangkan untuk jenis kopi Arabica justru harus di tanam di dataran yang lebih tinggi lagi. Seperti kopi Gayo atau kopi Aceh lainnya yang berjenis Arabica yang di dataran tinggi Gayo dan Bener Meriah. Seandainya di Pemda Takengon bikin agrowisata seperti Banaran ini, pasti seru deh. 🙂
Sepanjang jalan kenangan, kita akan menemukan pemandangan yang cantik. Karena letaknya di atas bukit jadi kereta yang kami naiki harus naik turun di jalan yang sempit dan curam. Berasa naik ATV deh hehehe. Alhamdhulilah keretanya aman kok, kan sudah dikondisikan untuk kereta wisata, so no worries. 😉 Cuma adek Bumi sempet rada panik dan nangis. Rupanya menurut si adek ini bentuk kereta yang dinaiki si ayah (ada di belakang kami) mirip Gajah. Bumi rada ngeri-ngeri gimana gitu liatnya, tapi syukurlah perhatiannya bisa dialihkan lagi. Dek Bumi pinter euy. 🙂
Meskipun si kopi belum waktunya di panen, perbukitan yang hijau dan Rawa Pening terlihat jelas dari puncak perkebunan ini. sayang hari mendung, lensa kamera si abang juga kurang maksimal untuk bisa mengambil foto Rawa Pening karena memang jauh. ;(
Pas waktunya makan siang, hujan turun. Berhubung kami datang saat weekend jadi agak susah juga nyari tempat kosong untuk makan. Kami pengennya duduk di gazebo yang tersebar di sekitar area bermain tapi udah keisi semua. Jadilah kami melipir ke depan, yang penting bisa makan dengan tenang deh. Anak-anak udah mulai “beraksi” hehehe.
Main ke kebun kopi rasanya nggak seru dong kalo nggak ngopi, apalagi kami semua penggemar kopi. Kami memesan kopi Robusta spesial ditemani dengan snack dan menu makan siang. Sayang rasa kopinya kurang nendang. Ga se spesial yang kami bayangkan. Rasanya nggak ada bedanya sama kopi instant yang biasa kita buat sendiri. Padahal ekspektasi kita, ngopi di Banaran yang mana adalah penghasil kopi Robusta, pastinya akan jadi salah satu kopi terbaik yang pernah kami cicipi. Tapi ternyata spesialnya nggak nemu sama sekali. 🙁 Kayanya para Barista di kampung Kopi Banaran harus cari inovasi racikan baru deh supaya rasa kopinya makin endang dan pastinya mendatangkan lebih banyak pecinta kopi kesini. 😉
Hujan makin deras, hari pun sudah sore. Kami pun mengakhiri reuni singkat di Banaran. Mas Rudi dan keluarga di boyong ke Kudus. Kayanya rindu berat sama si soulmate deh dia. Besok juga mereka harus segera balik ke Lamogan. Alhamdhulilah meskipun singkat dan penuh dengan riuh rendah bocah-bocah, temu kangen di Banaran kali ini menyenangkan. Semoga lain waktu bisa reunian lagi di tempat yang lebih keren lagi.
Makasih ya mas Rudi, mbak Harni, Rumi, dan Bumi sudah menyempatkan diri main ke Semarang dan nginep di rumah Nadia. Lain kali mainnya harus lebih lama ya, supaya kita bisa jalan-jalan lagi. 🙂
Horeee…. bisa ke Jogja lagi. Seneng deh. 🙂 Kota yang selalu bikin kangen dan nggak pernah bosen meskipun udah berkali-kali datang. apalagi kedatangan kali ini nginepnya di Sheraton Mustika, Jogjakarta lho. Wuuiih… ngimpi apa coba? Bisa nginep di 5 stars hotel, biasanya aja di hotel tipe bintang jatuh hehe. 😛
Sebelum balik ke Semarang, kami mampir ke Candi Prambanan. Setelah candi Borobudur, aku pengen ngajakin Nadia ke Candi Prambanan. Nah supaya Nadia nggak bosen aku mulai lah cerita tentang legenda si putri Roro Jonggrang yang di kutuk jadi batu karena sudah berbohong. Taktik ini ternyata berhasil. Nadia antusias banget pengen lihat wujud si princess ini. 😉
Jadi emak pecinta traveling (momtraveler) itu memang diperlukan akal yang cukup panjang. Namanya juga anak-anak kadang muncul juga rewelnya atau lebih milih jalan ke Theme Park atau pantai, padahal banyak tempat lain yang oke juga untuk dijelajahi. Sebagai orangtua kita dituntut untuk sabar dan pinter cari celah. Pastinya traveling sama anak nggak sebebas traveling rame-rame dengan sahabat tapi bukan berarti nggak seru. Kerewelan itu bisa diatasi dengan sedikit taktik (dan janji dibeliin es cream magnum pas pulang) dan kesabaran. 😛
Oke balik lagi ke Candi Prambanan yang merupakan Candi Hindu terbesar di Asia Tenggara yah. Candi Prambanan dibangun abad ke-9, dipersembahkan untuk dewa Syiwa, sang penghancur, dan dua yang ada di sampingnya dipersembahkan masing-masing untuk dewa Brahma, dewa pencipta serta dewa Wisnu, dewa pemelihara. Candi yang tertinggi menjulang setinggi 47 meter diantara candi-candi lain di sekitarnya.
Lokasinya nggak jauh lho dari Candi Borobudur yang merupakan Candi Budha yang juga jadi salah satu warisan budaya dunia yang diakui UNESCO. Candi ini di bangun pada abad ke 9 dan sempat mengalami beberapa kali renovasi. Prambanan yang dahulu sempat rusak akibat bencana alam ditemukan kembali oleh seorang warga Belanda bernama CA Lons tahun 1733 setelah terabaikan selama ratusan tahun. Candi ini telah mengalami pemugaran dan kini Candi Prambanan dikenal sebagai Candi Hindu paling indah di Indonesia. Aku sendiri termasuk penggemar candi Prambanan sejak dulu. Menurutku si Candi Prambanan ini terlihat sangat anggun dan unik. Secantik Roro Jonggrang mungkin? 😉
Candi Prambanan ini adalah candi utamanya. Ada candi-candi kecil, sebagian masih belum jadi tersebar di sekitarnya. Ya .. seperti yang pernah kita dengar dalam kisah Roro Jonggrang, ratusan candi kecil ini (Candi Sewu) adalah candi-candi yang sudah di bangun Bandung Bonwoso untuk sang Putri. Mungkin dari candi-candi kecil yang kemudian mengilhami lahirnya legenda Roro Jonggrang ya. 🙂
Relief candi Prambanan berkisah tentang epik Ramayana yang terkenal itu. Bagi penggemar cerita epik semacam ini bisa lho dilihat live di Candi Prambanan. Dari jaman kuliah dulu aku pengen banget nonton sendratari Ramayana di Candi Prambanan yang katanya selalu full booked dan dipenuhi bule-bule. Sayangnya sampe sekarang belum kesampaian. 🙁 Kalau kalian tertarik melihat sendratari ini, ada jadwalnya tetapnya kok, boleh tanya sama petugas di Candi Prambanan atau lebih praktis lagi nanya mbah gugel aja yah heheh. 😛
Oya, selama kunjungan di Candi Prambanan ini ambilah foto sebanyak mungkin. Selain karena lokasi tempatnya yang memang keren dan sayang banget kalau sampe nggak narsis disini, tiket masuk yang kita beli berlaku selama 1 hari penuh. Jadi mau dari pagi buta sampe malam pun nggak masalah. Kalau capek ada kereta wisata yang bisa mengantarkan kita keliling Candi yang luas ini, meskipun lebih asyik kalau kita jalan perlahan sembari menikmati relief candi dan pemandangan yang indah sekalian olahraga juga kan. Toh we have all day to enjoy this temple. 🙂
Pengen beli souvenir dan oleh-oleh bisa banget. Setelah puas menikmati keindahan Candi Prambanan kita bisa langsung cuzz ke pasar seni yang pasti akan kita lewati sebelum keluar. Barangnya lucu-lucu dan bisa banget di tawar.
Jogja memang gudangnya tempat asyik, makanan enak, dan barang-barang lucu dan murmer. Siapa yang nggak betah liburan ke Jogja? Jogja … I love you full deh. 🙂
Happy traveling 🙂
Assalamualaikum sahabats 🙂
Sebenernya acara ini sudah agak basi di bahas sekarang, secara agenda ini diadakan 31 Desember, 2014 lalu. Tapi berhubungan segala kesibukan dan keriweuhan mengejar deadline, akhirnya baru sempet posting hari ini. Better late than no posting at all kan?? 😉
Di gelar di gedung Tourism Information Center nya Jateng, acara berlangsung cukup meriah pagi itu. Ada berbagai tamu kehormatan yang diundang menghadiri launching Central Java E-tourism ini seperti perwakilan dari Dinas Pariwisata daerah, awak media, stakeholder pariwisata, komunitas sosial media, dan pastinya travel blogger yang berdomisili di Jateng, termasuk akuh. 😉 Spesial thanks buat mas Fahmi Anhar, travel blogger nan kondang itu yang sudah mengundang aku. 🙂
foto diambil dari www.tugumudasemarang.blogspot.com
Launching Central Java E-tourism ini di pimpin langsung oleh kepala Disbudpar Jawa Tengah, bapak Prasetyo Ariwibowo. Dalam pemaparannya beliau mengemukakan bahwa saat ini ada trend yang cukup menarik dalam dunia pariwisata Indonesia. Konsumen tidak lagi mengandalkan iklan atau booklet pariwisata namun melalui internet. Nah disinilah peran besar para travel blogger akhirnya mulai disadari dan diakui banyak pihak. Para travel blogger inilah yang secara masif menyebarkan informasi wisata pada pembacanya yang tersebar di seantero dunia dan membawa dampak kenaikan jumlah wisatawan yang berkunjung ke Indonesia.
Kesadaran bapak Prasetyo Ariwibowo ini ternyata juga diamini oleh Kemenbudpar dan Gubernur Jateng, Ganjar Pranowo sehingga tercetuslah ide membuat Central Java E-tourism ini. setelah launching Central java E-tourism ini rencanaya, Disbudpar Jateng akan lebih banyak merangkul para travel blogger untuk membantu mempromosikan pariwisata Jawa Tengah. Sejauh ini memang pariwisata Jawa Tengah masih tertinggal bila dibandingkan dengan Jogjakarta, Jawa Timur, dan beberapa Provinsi lain padahal kalau boleh jujur potensi Jawa Tengah nggak kalah besarnya lho. 🙁 Jadi apa yang menyebabkan angka wisatawan yang berkunjung ke Jawa Tengah tak sebanyak di tempat lain??
Well .. kalo menurutku sih sebagai pelaku lapangan, potensi ini masih belum maksimal digali. Pengemasannya pun kurang menarik jika dibandingkan daerah lain. Belum lagi fasilitas yang masih minim. Inilah yang juga dikeluhkan banyak wisatawan lain dan syukurlah pihak Dinbudpar mulai menyadarinya. Sembari memperbaiki kekurangan disana sini, Dinbudpar juga sudah memiliki agenda strategis untuk meningkatkan pariwisata Jateng. Selain pemasaran secara digital melalui Central Java E-tourism, Dinbudpar juga akan gencar berpromosi di media cetak dan elektronik, melakukan roadshow, familiarization trip dengan para travel blogger (cihuuuuyyyy :)), dan lomba blog. Nah yang ini pasti di tunggu-tunggu banget sama para blogger yah. So my fellow bloggers, wherever you are, prepare yoursepf for the big event yah. It’s coming soon. 🙂
Selain melakukan beberapa langkah strategis di atas Dinbudpar Jateng juga sudah memetakan beberapa lokasi wisata yang akan menjadi andalan dan fokus utama. Adalah kawasan Karimunjawa, peningkatan kualitas beberapa wisata alam, pengembangan Museum, pengembangan Desa Wisata, dan merealisasikan Jateng Park.
sebagai travel blogger, aku merasa bangga banget bisa ikut berkontribusi dalam peningkatan kualitas pariwisata Jawa Tengah. Sudah saatnya Jawa Tengah terutama Semarang bersinar dan sejajar dengan kota besar lainnya di Indonesia. Semoga E-tourism ini bisa sangat membantu promosi pariwisata Jawa Tengah dan niatan Dinbudpar menggandeng para travel blogger ini akan membawa manfaat yang baik untuk kedua belah pihak.
Senangnya bisa berkontribusi untuk kemajuan Indonesia walaupun hanya dari tulisan-tulisan. Bangga rasanya jadi travel blogger. Hidup travel blogger!!!! 🙂 🙂 🙂
Tumbu ketemu tutup. Sebuah paribahasa Jawa yang artinya kurang lebih dua orang yang bisa saling melengkapi dalam segala hal. Sebuah ungkapan yang rasanya pas banget bila disematkan pada kami berdua, pasangan suami istri yang berbagi hobby yang sama. Yes! Kami berdua memang hobby ngebolang alias traveling. Tak harus selalu menjelajahi tempat-tempat jauh nan eksotis, kemana pun tujuan kami, akan selalu ada pengalaman dan petualangan seru yang bisa mendekatkan dan menyatukan kami. Bukan hanya ingin bergegas sampai pada tempat tujuan, tapi kami menikmati setiap jengkal perjalanan yang kami lalui.
Pertama kali berkenalan dengan Garuda Indonesia adalah saat aku masih berumur 4 tahun. Itu adalah kali pertama aku naik pesawat dan salah satu pengalaman yang tidak terlupakan bagiku. Saat itu kami medapat sebuah kabar duka, kakek kami tercinta meninggal dunia di Jakarta dan kami pun harus segera tiba di Jakarta sebelum pemakaman beliau. Aku tak terlalu mengingat detail cerita mengenai pemakaman kakek, mungkin karena aku masih kecil dan belum terlalu memahami apa yang sedang terjadi. Satu hal yang kuingat selain wajah sedih kedua orangtuaku adalah pesawat terbang.
Sepertinya nggak perlu menjelaskan panjang lebar lagi mengenai hal yang satu ini. Momtraveler dan traveling adalah dua hal yang memang nggak terpisahkan. Seperti tanaman yang selalu membutuhkan sinar matahari dan air untuk bertumbuh, begitu pun aku dan hobI ku yang satu ini. Traveling adalah udara dan sinar mentari pagi yang selalu bisa membuatku tersenyum bahagia dan merasa bersemangat menjalani hari-hari. #uhuukk… 😛
Di sela kesibukanku sebagai seorang ibu dan dosen, traveling adalah sesuatu yang sangat aku tunggu-tunggu. Traveling bukan lagi sebuah kegiatan yang hanya kulakukan sesekali saat liburan tiba, sekarang traveling sudah menjadi kebutuhan tersendiri. Dengan segala keterbatasan, baik dari segi waktu maupun doku 😛 aku selalu punya cara agar selalu bisa traveling. Dan betapa beruntungnya aku karena terlahir di Indonesia dengan alam nggak ketulungan indahnya. 🙂
Ketika banyak dari kita merasa bangga berfoto dengan latar belakang Petronas, Tokyo Tower, atau Menara Eifel, aku merasakan kebahagiaan dan kepuasan tersendiri saat berfoto dengan latar belakang alam Indonesia. Bukannya nggak pengen traveling keluar negeri, sebagai penggila traveling aku pun punya keinginan menjelajahi dunia, tapi sebagai warga negara yang baik aku merasa bertanggung jawab memperkenalkan kecantikan Indonesia pada mata dunia.
“Aaahh … so Indonesia is a city in Bali?” tanya seorang Canadian yang sempat kuajak ngobrol ketika aku berkesempatan traveling ke Vancouover.
Entah karena si bule ini yang kurang gaul atau memang Indonesia yang kalah pamor sama Bali, kalimat itu membuatku sedih. Sakitnya tuh disini #tepokjidat. Sejak itu aku bertekad bulat untuk bisa keliling Indonesia. Aku ingin jadi salah satu travel blogger yang nggak cuma nampang cantik di luar negeri, tapi bisa mengharumkan nama Indonesia. Amiiiinn….. 🙂
Bukan perkara mudah meraih cita-cita itu. Indonesia yang luar biasa luasnya harus dihadapkan dengan sempitnya kondisi dompetku. But giving up is not an option at all. Untunglah sekarang banyak promo tiket murah yang terbukti sangat membantu para traveler pas-pasan dengan impian besar sepertiku. Alhamdhulilah sudah beberapa kali berhasil menggondol tiket murah berkat Traveloka. Dengan banyaknya tawaran promo, seperti Happy Friday dan kemudahan bertransaksi, Traveloka selalu jadi andalankku setiap kali merencanakan traveling. Traveloka is indeed the best companion a traveler could ever wish for. 🙂
Banyak sekali destinasi impian di Indonesia yang belum aku kunjungi. Perjalananku di mulai dari ujung Barat Indonesia yang juga menjadi kampung halaman tercinta, Aceh, dan insyaallah akan berakhir di Ujung Timur suatu hari nanti. Beberapa tempat di Pulau Sumatra, Jawa, dan Kalimantan sudah aku datangi, dan masih ada satu bagian Indonesia yang belum terjelajahi olehku.
Mutiara yang terlupakan. Begitulah aku biasa menyebut Indonesia Timur. Keindahannya tak terbantahkan, namun masih sangat minim sentuhan. 🙁 Andaikan kaki ini bisa menjejak di wilayah Indonesia Timur aku akan merasa sangat bangga dan bahagia. Bangga karena bagi orang Aceh yang notabene berada di ujung Barat, bisa melangkah hingga Timur adalah sebuah pencapaian besar. Bisa nyampe Bali aja keren apalagi sampai ke Indonesia Timur?? 😛 Bahagia karena aku bisa menyaksikan lukisan alam yang milik Sang Maha Sempurna yang akan kubagi dengan semua pembaca setia blogku. #tsaaaahhh…..
Dari sekian banyak sempalan surga di Indonesia Timur aku ingin mengunjungi Manado. Aneh? Nggak juga ah, secara kita semua tahu keindahan kota ini dan pastinya aku punya alasan tersendiri mengapa Manado menjadi destinasi incaranku. 😉
Manado punya Taman Laut Bunaken, dan beberapa gugusan pulau kecil yang indah seperti Pulau Manado Tua dan Pulau Siladen. Ada pula Pantai Malalayang yang asyik dikunjungi saat senja, cocok banget untukku yang memang pengagum berat pantai. Aku juga ingin merasakan sejuknya Air Terjun Kima Atas dan segarnya air di Danau Tondano. Danau Tondano ini mirip seperti Danau Toba karena memang terjadi akibat letusan vulkanik. Kecantikannya? Pastilah nggak kalah dengan Danau Toba, meskipun namanya belum setenar Danau Toba. 🙁
photo by: gonjangganjing.com
Berhubung aku adalah traveler yang memang suka mengajak anak dalam setiap perjalananku, aku selalu punya misi yang ingin kusampaikan pada si kecil. Traveling itu nggak melulu bersenang-senang tapi selalu ada makna di balik perjalanan itu sendiri. Selain memperlihatkan keindahan alam aku ingin anakku memahami semboyan Indonesia. Bhineka Tunggal Ika. Kita hidup dalam negara yang penuh dengan keanekaragaman dan perbedaan, dan itulah yang membedakan kita dengan negara lainnya. Berbeda tetapi satu.
Manado adalah contoh yang cocok untuk mengajarkan kebersamaan dan kerukunan beragama pada anakku. Umat dari berbagai agama hidup berdampingan di Manado. Sesuai dengan semboyan kota ini, Torang Semua Basudara, yang memang diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari. Keyakinan inilah yang menjadikan pemerintah mendirikan Bukit Kasih yang menjadi simbol kerukunan antar seluruh umat beragama. Berbeda itu indah, dan alangkah lebih indahnya bila kita saling menghargai perbedaan yang ada .
Traveling nggak lengkap rasanya tanpa belanja oleh-oleh ya. Sebenernya kalau boleh si ada satu yang ingin kubawa dari Manado; Tarsius. Yes!! Si imut dengan mata bulat menggemaskan ini adalah satwa khas Sulawesi Utara. Berhubung satwa ini dilindungi dan aku nggak mau kena masalah di Bandara, cukup puas lah kalau aku bisa memeluk si mungil dan berfoto dengannya. 😉
Pernah dengar kain Bantenan? Kain songket ini bukan berasal dari Banten, tapi dari Desa Bantenan di Sulawesi Utara dan menjadi souvenir khas yang sangat ingin kubawa pulang kalau aku ke Manado nanti. Indonesia itu nggak hanya kaya akan keindahan alam, tapi juga budaya. Jadi sebagai seorang travel blogger, aku pun ingin memperkenalkan cantiknya songket Bantenan ini ke seluruh dunia dong. 😉
Tempat seindah Manado tentulah akan makin sempurna dikunjungi bersama sang terkasih. Yup … dua partner ngebolangku yang paling setia, kalian lah yang akan menemaniku menyusuri keindahan Manado. Siapa bilang traveling itu cuma kegiatan para jombloers, ABG, atau orang kantoran??? Nope!! Even a mother and her baby can be a traveler. 🙂 Dan itulah yang membedakanku dengan para traveler lainnya. And I am really proud of it. 🙂

























